Selasa, 05 Oktober 2010

MEMBUNGKAM SUARA PARA PERUSAK SYARI’AT TENTANG HUKUM SAFAR BAGI WANITA

Soal: Bolehkah wanita pergi dengan pesawat udara tanpa mahram yang menemaninya dalam kondisi yang aman baginya?

Jawab: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُسَافِرُ المَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمِ (رواه البخاري في الجهاد 3006؛ مسلم في الحج 1341).



“Janganlah seorang wanita bepergian kecuali didampingi oleh mahramnya”(HR. Bukhori dalam Al-Jihad no. 3006; Muslim dalam Al-Haj no. 1341).

Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal itu di atas mimbar pada hari-hari haji. Lalu ada seorang laki-laki berdiri dan bertanya:”Ya Rasulullah, istriku keluar rumah untuk berhaji, sedangkan saya harus ikut peperangan ini dan itu”. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Pergilah berhaji bersama istrimu”. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan laki-laki itu untuk meninggalkan peperangan dan melaksanakan haji bersama istrinya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya kepadanya, apakah istrimu dalam kondisi aman? Ini menunjukkan keumuman larangan bagi wanita untuk bepergian tanpa mahramnya. Juga, karena kemungkinan bahaya dapat terjadi meskipun di pesawat terbang. Hendaklah kita semua memperhatikan hal ini.

Lelaki yang menginginkan istrinya pergi dengan pesawat terbang, kapan ia pulang dari mengantar istrinya ke bandara? Ia akan pulang di saat istrinya masih menunggu pesawat. Dia akan berada dalam ruang tunggu tanpa ditemani mahramnya. Kalaupun mulanya suaminya masuk ke ruang tunggu bersamanya dan menemani istrinya hingga istrinya masuk pesawat dan take off. Apakah tidak mungkin dalam perjalanannya pesawatnya kembali? Ini nyata terjadi, bahwa pesawat kembali lagi karena adanya kerusakan teknis, atau kondisi cuaca. Jika kita anggap pesawatnya jalan terus dan sampai di kota tujuannya, akan tetapi bandaranya sedang penuh atau cuaca di sekitar bandara tidak memungkinkan bagi pesawat untuk mendarat. Kemudian pesawat tersebut pindah ke bandara lain. Ini suatu kemungkinan yang dapat terjadi. Atau kita anggap bahwa pesawatnya tiba pada waktu yang telah ditentukan dan mendarat di bandara yang dituju, akan tetapi mahram yang akan menjemputnya belum tiba karena beberapa hal yang terjadi padanya. Atau kita anggap bahwa hal itu tidak terjadi, dan mahramnya menjemputnya pada waktu yang tepat, masih ada kemungkinan lain, siapa orang yang duduk di sampingnya di dalam pesawat? Tidak mungkin seorang wanita. Kemungkinan terbesar adalah seorang laki-laki. Laki-laki itu bisa jadi adalah hamba Allah yang khianat, ia akan tertawa kepada wanita itu. Mengajaknya berbicara dan bercanda dengannya, meminta nomor telephonnya dan ia memberikan nomor telephonnya kepada wanita itu. Bukankah ini suatu kemungkinan yang dapat terjadi? Siapa yang dapat selamat dari bahaya semacam ini?

Karena itu kita dapati hikmah yang besar dari larangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bagi wanita untuk bepergian tapa mahram yang menemaninya, tanpa merincinya dan tanpa mensyaratkan dengan sesuatu. Atau kita mungkin berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui hal yang ghaib dan tidak mengerti tentang pesawat terbang. Sabda beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam kita artikan bepergian dengan unta, bukan dengan pesawat, jadi wanita tidak diperbolehkan bepergian dengan unta kecuali dengan mahramnya, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu tentang pesawat yang mampu menempuh jarak antara Tho’if sampai Riyadl hanya dalam waktu satu jam setengah, sedangkan unta melampauinya dalam waktu satu bulan. Jawabannya, apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui hal itu, maka sesungguhnya Rabb beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam yang Maha Suci mengetahuinya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ (89) سورة النحل

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu..” (QS. An-Nahl: 89).

Saya memperingatkan saudara-saudaraku dari kenyataan yang berbahaya ini. Yaitu meremehkan perkara perginya wanita tanpa ditemani mahramnya. Saya juga memperingatkan bahayanya berduaan dengan sopir dalam satu mobil, meski masih dalam satu kota, karena itu adalah perkara yang berbahaya. Saya juga memperingatkan bahayanya berduaan dengan saudara suami di dalam rumah, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إياكم والدخول على النساء قالوا يا رسول الله أفرأيت الحمو: قال: الحمو الموت (رواه البخاري في النكاح 5231؛ مسلم في السلام 2172).

“Hindarilah berkumpul dengan wanita.Mereka bertanya:’Bagaimana halnya dengan saudara ipar?’. Beliau menjawab:”Saudara ipar adalah Al-Maut” (HR. Bukhori dalam An-Nikah no. 5231; Muslim As-Salam no. 2172).

Maksudnya, hati-hatilah terhadapnya dengan sepenuh kehati-hatian.

Yang mengherankan bahwa sebagian ulama –semoga Allah memberi maaf kepada mereka- manafsirkan الحمو الموت dengan “bahwa saudara ipar” -pasti dan tidak dapat dihindari- akan berkumpul dengan istri saudaranya sebagaimana kematian yang pasti akan menjumpainya”.1)



Syaikh Sholih Al-Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizahullah Ta’ala ditanya tentang hukum wanita yang bepergian tanpa ditemani mahramnya.

Jawab: Wanita dilarang bepergian kecuali apabila ditemani oleh mahramnya yang menjaganya dari gangguan orang-orang jahat dan orang-orang fasiq. Telah diriwayatkan hadits-hadits shahih yang melarang wanita bepergian tanpa (ditemani, pent) mahramnya, diantaranya yang diriwayatkan oelh Ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُسَافِرُ المَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمِ (رواه البخاري في الجهاد 3006؛ مسلم في الحج 1341).

“Janganlah seorang wanita bepergian kecuali didampingi oleh mahramnya”(HR. Bukhori dalam Al-Jihad no. 3006; Muslim dalam Al-Haj no. 1341).

Diriwayatkan dari Abu Sa’id radhialahu ‘anhu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita untuk bepergian sejauh perjalanan dua hari atau dua malam kecuali bersama suami atau mahramnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يحل لإمرأة تسافر مسيرة يوم و ليلة إلا مع ذي محرم عليها (رواه البخاري؛ مسلم).

“Tidak halal bagi wanita untuk bepergian sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhori; Muslim).2)


Catatan Kaki:

1) Fatawa wa Rosail Syaikh Muhammad Sholih Al-‘Utsaimin, 2/852-853.

2) At-Tanbihat.Syaikh Sholih Fauzan Al-Fauzan, hal: 62.


Ditulis Oleh Seorang Hamba yang Selalu Mengharap Ampunan-Nya

Abu Muhammad Abdurrahman bin Sarijan

Jahra, Kuwait: Ahad, 10 Syawal 1428 H – 21 Oktober 2007
http://abdurrahman.wordpress.com/2007/10/21/membungkam-suara-para-perusak-syariat-tentang-hukum-safar-bagi-wanita/#more-421

Tidak ada komentar:

Posting Komentar