Jumat, 01 Oktober 2010

Hakikat Sufi dan Sikap Kaum Sufi Terhadap Prinsip Ibadah dan Agama (Rambu-Rambu Ibadah yang Benar)

ضوابط العبادة الصحيحة
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan
 
Rambu-Rambu Ibadah yang Benar
Sesungguhnya ibadah yang Allah syariatkan dibangun di atas pondasi dan pokok yang kokoh dan baku. Dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ibadah bersifat tauqifi [2] dan harus bersumber dari musyarri’ (Yang berhak menetapkan syari’at) yaitu Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas”. (Hud: 112)
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa naf-su orang-orang yang tidak mengetahui “.(Al-Jatsiyah: 18)
Allah berfirman tentang nabi-Nya:
إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ
“Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku”.(Al Ahqaaf 9)

2. Ibadah harus dilakukan dalam keadaan ikhlas [3] karena Allah Ta’ala, suci dari pengaruh kesyirikan.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhnamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepadanya”. (Al-Kahfi: 110)

Jika ibadah tercampur dengan sesuatu kesyirikan, maka ibadah itu tidak akan bernilai. Firman Allah Ta’ala :
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan” (Al-An’am: 88)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu: “Jika kamu memperse-kutukan Tuhan, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Az-Zumar: 65-66)

3. Dalam ibadah hendaknya yang dijadikan panutan dan sumbernya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”. (Al Ahzab 21)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkan-lah”. (Al-Hasyr: 7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-ada dalam perkara (agama) kami yang bukan termasuk didalamnya maka dia tertolak”. (Muttafaq alaih)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang melaksanakan suatu amalan yang bukan termasuk urusan (agama) kami maka dia tertolak” (Riwayat Muslim)
صَلُّوْا كَماَ رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (Muttafaq alaih)
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
“Ambillah kalian dariku manasik (haji) kalian” (riwayat Muslim)
Dan riwayat-riwayat lainnya.

4. Ibadah telah ditetapkan berdasarkan waktu dan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Misalnya sholat. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang beriman”. (An Nisa 103)
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
“(Masa mengerjakan) ibadah haji itu beberapa bulan yang telah diketahui”. (Al-Baqarah: 197)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu”. (Al Baqarah 185)

5. Ibadah harus terlaksana berdasarkan cinta kepada Allah Ta’ala, merendahkan diri, takut dan harap kepada-Nya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada kepada Tuhan mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, sesungguhnya azab Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti”. (Al-Isra’: 57)

Allah berfirman tentang para nabi:
كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dan sentiasa berdoa kepada kami dengan penuh harapan serta takut dan mereka sentiasa khusyu’ kepada kami“. (Al-Anbiya: 90)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (Ali-Imran: 31-32)

Allah Ta’ala telah menyebutkan tanda-tanda cinta kepada-Nya dan hasilnya. Adapun tanda-tandanya adalah mengikuti Rasulullah, ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rasul-Nya. Sedangkan buahnya adalah mendapatkan cinta Allah Ta’ala, ampunan dosa dan dari rahmat dari-Nya.

6. Kewajiban ibadah tidak gugur bagi orang mukallaf (yang telah mendapatkan kewajiban), semenjak dia baligh dan berakal hingga kematiannya.

Allah Ta’ala berfirman :
وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali Imran: 102)
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)”. ( Al-Hijr: 99).
__________
Footnote:
[2] Maksudnya adalah bahwa ibadah sudah ditentukan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Akal fikiran tidak memiliki andil dalam penetapannya
[3] Ikhlash berarti beribadah hanya untuk Allah dan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya, lawannya adalah syirik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar