Sabtu, 18 September 2010

Sucikan Aqidah dari Noda-Noda Syirik (pasa 1)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pasal 1

Apabila kamu mengetahui landasan-landasan ini maka ketahuilah bahwa Allah menjadikan ibadah kepada Nya menjadi beberapa jenis.


1. I’tiqadiyyah.
Ini Pondasi ibadah, yaitu seseorang berkeyakinan bahwa Allah Ta’ala Dialah Rabb Yang Maha Esa, yang milik Nya penciptaan dan segala urusan, dan ditangan Nya manfaat dan mudharat, dan bahwa Dialah yang tidak ada sekutu bagi Nya, dan tidak satupun yang mampu memberikan syafaat di sisi Nya kecuali dengan izin Nya, dan tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, dan meyakini yang wajib selain dari itu yang merupakan keharusan-keharusan uluhiyyah.

2. Lafzhiyyah
Yaitu mengucapkan kalimat Tauhid. Maka barangsiapa yang meyakini apa yang disebutkan dan tidak mengucapkannya, maka darah dan hartanya tidak terjaga, dan dia seperti iblis, karena Iblis mengakui Tauhid, bahkan dia menetapkannya sebagaimana yang telah kami jelaskan, tetapi dia tidak melaksanakan perintah Allah عَزَّ وَجَلَّ untuk sujud sehingga dia kafir.
Siapa yang mengucapkannya tidak meyakininya, maka darah dan hartanya terjaga sedangkan hisab (perhitungan)nya disisi Allah عَزَّ وَجَلَّ. Hukumnya adalah hukum orang-orang munafik.

3. badaniyyah.
Seperti berdiri, ruku’, dan sujud dalam sholat, dan diantaranya puasa dan perbuatan-perbuatan haji dan thawaf.

4. Ma’aliyyah
Seperti mengeluarkan harta dalam rangka melaksanakan perintah Allah عَزَّ وَجَلَّ.
Jenis jenis ibadah wajib dan sunnah yang ebrkaitan dengan harta, badan, dan ucapan sangatlah banyak tapi inilah pokoknya.

Dan apabila telaht etap perkara ini, maka ketahuilah bahwa Allah Ta’al telah mengutus para Nabi عليهم الصلاة والسلام dari yang pertama hingga yang terakhir untuk mengajak para hamba mengesakan ibadah hanya kepada Allah عَزَّ وَجَلَّ, bukan sekedar untuk menetapkan bahwa Allah عَزَّ وَجَلَّ Pencipta mereka, dan semisal itu. Sebab mereka telah menetapkan hal tersebut sebagaimana yang telah kamu tetapkan dan ulang-ulangi. Oleh karena itu, mereka (Musyrikin) berkata :

أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ

“Apakah kamu datang kepada kami agar kami menyembah Allah semata?”(Qs. Al A’raaf:70)

Yaitu “supaya mengesakan Nya dalam ibadah dan mengkhususkan hanya untuk Nya tanpa sesembahan-sesembahan kami yang lain?” Maka mereka tidak mengingkari kecuali perintah Rasul kepada mereka untuk menunggalkan ibadah hanya kepada Allah. Mereka tidak mengingkari Allah, dan mereka mengatakan bahwa Allah tidak disembah. Bahkan mereka menetapkan bahwa Allah disembah. Namun mereka mengingkari keadaan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah, sehingga mereka menyembah sesembahan yang lain bersama Allah, dan mereka mempersekutukan Allah dengan yang lain Nya, dan membuat tandingan-tandingan bagi Allah, sebagaimana firman Allah عَزَّ وَجَلَّ :

تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah padahal kalian mengetahui.”(Qs. Al Baqarah : 22)

Yaitu kalian mengetahui bahwa tidak ada tandingan bagi Allah.

Dahulu orang-orang musyrik mengucapkan talbiyah mereka ketika berhaji,

"لبيك لا شريك لك إلا شريكا هو لك تملكه وما ملك"

“Aku memenuhi panggilan Mu! Tiada sekutu bagi MU, kecuali sekutu bagi Mu yang engkau menguasainya dan apa-apa yang dikuasainya”.

Dan dahulu Nabi صَلَى اللَّه عَلَيْه وَ سَلَّم mendengar perkataan mereka “tidak ada sekutu bagi Mu”, beliau berkata : “sesungguhnya mereka telah menunggalkan Allah yang Maha Mulia, kalau mereka meninggalkan ucapan mereka ‘kecuali sekutu bagi-Mu’.” Maka kesyirikan mereka kepada Allah sekaligus penetapan mereka tenang pengibadahan Allah. Allah عَزَّ وَجَلَّ berfirman:

أَيْنَ شُرَكَاؤُكُمُ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ

“Dimanakah sembahan-semabahan kamu yang dulu kamu sangka?”(Qs. Al An’aam:22)

وَقِيلَ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ

“Dan dikatakan (kepada mereka) serulah sekutu-sekutu kalian, maka berdo’alah kepada mereka (niscaya) mereka tidak dapat mengabulkan permintaan kalian.”(Qs. Al Qashash:64)

قُلِ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ فَلا تُنْظِرُونِ

“Katakanlah (wahai Muhammad): serulah sekutu-skutu kalian, kemudian buatlah maker kepada Ku dan jangan kalian tunda lagi.”(Qs. Al A’raf:195)

Maka menjadikan tandingan bagi Allah itu sendiri adalah penetapan tentang pengibadahan Allah. Tidaklah mereka menyembah berhala dengan penuh ketundukan, mendekatkan diri kepada mereka dengan bernadzar dan menyembelih untuk mereka, kecuali karena keyakinan mereka bahwa berhala-berhala tersebut dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan bias memberikan syafa’at bagi mereka di hadapan Allah عَزَّ وَجَلَّ.

Kemudian Allah عَزَّ وَجَلَّ mengutus para rasul yang memerintahkan untuk meninggalkan ibadah kepada segala sesuatu selain Allah dan menjelaskan keyakinan mereka yakini pada berhala-berhala tersebut adalah bathil, bahwa mendekatkan diri kepada mereka adalah bathil, dan bahwa hal itu tidak bias dilakukan kecuali hanya untuk Allah عَزَّ وَجَلَّ semata. Sebagaimana yang telah kamu ketahui pada landasan keempat, orang-orang musyrik dahulu telah menetapkan tauhid rubbubiyyah, yaitu bahwa Allah عَزَّ وَجَلَّ semata yang Maha Mencipta dan Memberikan rezki.

Dari sini kamu mengetahui bahwa tauhid yang didakwahkan para Rasul, dari yang awal yaitu Nuh عليه السلام sampai yang terakhir yaitu Muhammad صَلَى اللَّه عَلَيْه وَ سَلَّم adalah Tauhid Al Ibadah. Oleh karena itu, para Rasul berkata kepada mereka :

ألا لا تعبدوا إلا الله

“Janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah.”

اعبدوا الله مالكم من إله غيره

“Sembahlah Allah sama sekali tidak ada bagi kalian sembahan yang benar kecuali hanya Dia.”

Orang-orang musyrik terdahulu, diantara mereka ada yang menyembah malaikat dan menyeru kepada mereka ketika dalam keadaan genting, dan diantara mereka ada yang menyembah bebatuan dan menyerunya ketika genting. Maka Allah mengutus Muhammad صَلَى اللَّه عَلَيْه وَ سَلَّم yang mengajak mereka hanya mengibadahi Allah semata dan supaya mereka menunggalkan Allah sesuai dengan makna dan pelaksanaan kalimat Laa ilaaha Illallah, dalam keadaan meyakini maknanya, mengamalkan konsekuensinya, dan agar mereka tidak berdo’a kepada siapapun bersama Allah. Dan Allah عَزَّ وَجَلَّ berfirman :

لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ

“Hanya kepada Allah do’a yang benar. Berhala-berhala selain Allah yang mereka minta dalam do’a tidak dapat mengabulkan apapun untuk mereka.”(Qs. Ar-Ra’d:14)

Dan Allah عَزَّ وَجَلَّ berfirman:

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal apabila kalian betul-betul beriman”(Qs. Al Maaidah:23)

termasuk syarat kejujuran dalam beriman kepada Allah yaitu kalian tidak bertawakal kecuali hanya kepada Nya, dan kalian menunggalkan Nya dalam do’a dan permintaan ampun. Dan Allah تعالى memerintahkan hambanya untuk mengatakan “hanya kepada Engkau lah kami menyembah”. Dan orang yang mengucapkan belumlah jujur, kecuali jika dia menunggalkan seluruh ibadah hanya kepada AAllah. Kalau tidak, dia adalah pendusta yang dilarang mengucapkan kalimat ini, karena maknanya adalah kami mengkhususkan dan menunggalkan Engkau dalam ibadah tanpa siapapun juga. Dan ini makna firman Allah تعالى :

فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ

“Maka hendaklah hanya kepada Ku lah kalian beribadah.”(Qs. Al Ankabuut:56)
Juga firman Allah عَزَّ وَجَلَّ :

وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

“Dan hendaknya hanya kepada Ku lah kalian bertakwa.”(Qs. Al baqarah:41)

Sebagaimana diketahui dalam Ilmu Bayan bahwa dikedepankannya sesuatu yang harusnya diakhirkan memberikan faedah pengkhususan, yaitu : janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah dan jangan menyembah selain Nya dan janganlah bertaqwa kecuali hanya kepada Allah dan jangan bertaqwa selain Nya sebagaimana dalam kitab Al Kasysyaf. Maka menunggalkan Allah Ta’ala dengan tauhidul ibadah tidaklah sempurna kecuali do’a seluruhnya hanya untuk Allah dan seluruh seruan pada waktu sulit maupun dalam keadaan senang tidaklah tertuju kecuali hanya kepada Allah semata, demikian pula istighasah dan isti’anah hanya kepada Allah, demikian juga berlindung, nadzar, menyembelih dan seluruh jenis-jenis ibadah berupa ketundukan serta berdiri dengan penuh penghunaan diri kepada Allah, ruku’, sujud, thawaf, bersih dari pakaian (yang berjahit ketika haji dan umrah), menggundul dan memendekkan rambut (ketika tahallul) semuanya tidaklah terwujud kecuali hanya kepada Allah عَزَّ وَجَلَّ.

Maka barangsiapa yang melakukan sesuatu amalan dari amalan tersebut untuk makhluk yang hidup atau mati, atau kepada benda mati maka dia telah melakukan kesyirikan dalam ibadah. Dan jadilah makhluk yang ditujukan dalam ibadah-ibadah tersebut sebagai sesembahan yang disembah oleh para penyembahnya, baik yang disembah itu malaikat, nabi, wali, pohon, kuburan, jin, orang yang hidup atau yang mati. Dan jadilah orang yang beribadah dengan ibadah itu atau dengan jenis ibadah apapun sebagai hamba terhadap makhluk tersebut, sebagai orang yang melakukan kesyirikan kepada Allah walaupun dia mengakui dan menyembah Allah تعالى. Sesungguhnya penetapan orang-orang musyrik akan adanya Allah تعالى dan Taqarrub (pendekatan diri) mereka kepada Nya tidaklah mengeluarkan diri mereka dari kesyirikan dan dari kewajiban untuk menumpahkan darah-darah mereka, serta menawan keluarga mereka dan mengambil harta mereka sebagai ghanimah. Allah تعالى berfirman dalam hadits qudsi :

أنا أغنى الشركاء عن الشرك

“Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu”.(Hr. Tirmidzi)

Allah tidak akan menerima amalan yang dalam amalan itu Dia tidaklah beriman kepada Allah seseorang yang menyembah Allah bersama dengan yang lain Nya.

Wallahu A'lam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar