Kamis, 03 Januari 2019

HATI-HATI PERCAYA PADA RAMALAN BINTANG ( ZODIAK ), FENG SHUI, KARTU TAROT, PARANORMAL DAN SEBAGAINYA.


 HATI-HATI PERCAYA PADA RAMALAN BINTANG ( ZODIAK ), FENG SHUI, KARTU TAROT, PARANORMAL DAN SEBAGAINYA.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيْمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَاأُنْزِلَ عَلىَ مُحَمَّدٍ
“Barang siapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa yang dikatakan, sungguh dia telah KUFUR kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
📚 [ Hadits ini di keluarkan oleh Al-Hakim (1/8) dan beliau menyatakan sahihnya, disepakati oleh al-Imam adz-Dzahabi dan dinyatakan sahih pula oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam al-Irwa’ no. 2006, Shahih Sunan Abu Dawud no. 3304, Shahih Sunan IbniMajah no. 522, al-Misykat no. 551 dan di dalam kitab Adab az-Zafaf hlm. 105—106. ]

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wassalam bersabda:
مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ فَقَدِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Barangsiapa mempelajari salah satu cabang ilmu nujum ( ilmu ramalan perbintangan ) maka ia telah mempelajari salah satu cabang ilmu sihir. Semakin bertambah ilmu nujum yang dipelajarinya, semakin bertambah pula ilmu sihir yang dimilikinya.”
✍️📜 Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata di dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (2/435), “Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (3905), Ibnu Majah (3726), Ahmad (1/227, 311)
dan Al-Harbi di dalam Al-Gharib (5/195/1), dari jalan Ubaidullah bin Al-Akhnas, dari Al-Walid bin Abdillah, dari Yusuf bin Mahik, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, secara marfu’.
••••••••••••
✍️Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah menjelaskan,
“Artinya, setiap kali dia menambah pelajaran tentang ilmu nujum maka semakin BERTAMBAHLAH DOSANYA karena ia mempelajari cabang-cabang ilmu sihir. Sesungguhnya keyakinan dia bahwa bintang dapat memengaruhi peristiwa alam adalah KEYAKINAN BATIL sebagaimana ilmu sihir.”
📜 (Fathul Majid hal. 534)
PEMBAGIAN ILMU NUJUM :
lmu nujum ada dua macam. Pertama adalah Ilmu At-Ta’tsir, yang terbagi menjadi tiga bagian:
1) Meyakini bintang sebagai pencipta kejadian, kebaikan dan keburukan. Keyakinan semacam ini termasuk syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Karena dia meyakini adanya pencipta selain Allah Ta'ala.
2) Menjadikan bintang sebagai alat untuk menerka ilmu ghaib seperti menentukan nasib seseorang, rezeki, dan jodohnya. Keyakinan semacam ini termasuk kekufuran, karena dia menganggap dirinya mengetahui hal ghaib. Padahal Allah Ta'ala berfirman:
Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.
📜 (An-Naml: 65)
3). Meyakini bintang sebagai sebab. Artinya dia menisbatkan (menyandarkan) kebaikan atau keburukan yang telah terjadi pada gerakan bintang. Keyakinan semacam ini termasuk syirik asghar.
Jenis ilmu nujum inilah yang dimaksud oleh salafus shalih di dalam larangan mereka.
Diriwayatkan dari Thawus, dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau mengomentari orang-orang yang menulis huruf abjad dan mempelajari ilmu nujum, beliau berkata, “Menurutku orang-orang yang mempraktikkan hal itu tidak akan memperoleh bagian apa-apa di sisi Allah Ta'ala.”
📜 (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi, 1020)
Maimun bin Mihran berkata, “Ada tiga hal yang harus kalian jauhi. Janganlah kalian mendebat pengingkar taqdir, janganlah membicarakan para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam kecuali hanya kebaikan mereka, dan janganlah kalian mempelajari ilmu nujum.
📜 (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi, 1021)
Adapun jenis kedua dalam ilmu nujum adalah Ilmu At-Tasyir. Ilmu ini terbagi menjadi dua:
1) Mempelajari peredaran bintang untuk maslahat agama, seperti menentukan arah kiblat ketika shalat. Ilmu semacam ini boleh dipelajari bahkan terkadang harus dipelajari. Allah Ta'ala mengabarkan bahwa bintang-bintang merupakan petunjuk untuk mengetahui waktu dan arah jalan. Kalau seandainya bintang-bintang itu tidak ada tentu orang yang berada jauh dari Ka’bah tidak dapat mengetahui arah kiblat.
2) Mempelajari peredarannya untuk maslahat kehidupan dunia, misalnya dalam menentukan arah. Contohnya rasi bintang gubuk penceng yang berbentuk palang, maka bintang di ujung palang senantiasa menunjukkan arah selatan. Atau rasi bintang biduk yang berbentuk sendok, dua bintang di ujung selalu menunjukkan arah utara. Ilmu semacam ini boleh dipelajari untuk kemaslahatan kehidupan manusia.
📜 (Al-Qaulul Mufid, hal. 585-586)
Jenis ilmu nujum kedua inilah yang diperbolehkan oleh Salafus Shalih untuk dipelajari. Diriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu'anhu bahwa beliau berkata, “Pelajarilah ilmu falak sekadar untuk mengetahui arah kiblat dan arah jalan. Tahanlah dirimu dari perkara selain itu.”
📜 (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi, 1016)
Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah berkata, “Tidak mengapa engkau mempelajari ilmu nujum hanya untuk sekadar mengetahui arah.”
📜 (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi, 1017)
Abu Ishaq Al-Harbi rahimahullah berkata, “Ilmu itu ada tiga macam. Ilmu duniawi ukhrawi, ilmu duniawi, dan ilmu bukan duniawi bukan juga ukhrawi. Adapun ilmu duniawi ukhrawi adalah ilmu Al-Qur’an, As-Sunnah, dan fiqih keduanya. Ilmu duniawi adalah ilmu kesehatan dan ilmu nujum. Sementara ilmu bukan duniawi bukan juga ukhrawi adalah ilmu syair dan menggelutinya.”
📜 (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi 1018)

🌐 Sumber dikutip & diringkas dari : http://asysyariah.com/awas-dukun-tukang-ramal-penciduk-aga…/
http://asysyariah.com/menyorot-ilmu-nujum/

Hadaanallah wa iyyahum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar